#

Melongok Dapur Bu Jum

Seorang ibu bertopi dan berkacamata tebal menyanyikan sebuah lagu keroncong terkenal “Sepasang Mata Bola”. Karakter vokalnya yang bervibrasi dan bertekstur lembut ditambah dengan senyumnya yang ramah membuat Redaksi Santap Mania seolah tersihir dan nyaman untuk masuk, memesan gudeg spesial, dan duduk untuk mengobrol di siang hari yang terik di Kota Jogja ini. Musik keroncong lengkap dengan bas betot, gitar, dan kentrung merupakan salah satu ciri dari Warung Gudeg Yu Djum yang melegenda baik di sanubari.
Seperti biasa, rasa gudeg Yu Djum tak ada duanya. Kombinasi rasa Jawa yang legit dan gurih dari gudeg nangka, areh, dan oseng tempe terasa nyaman di lidah dan perut. Telur bebek, tahu bacem, dan ayam kampungnya memberi kesan tersendiri sehingga santap makan siang ini luar biasa dan tak bisa dilupakan bahkan ingin terus Redaksi Santap Jogja berkunjung di sini.
Suasana warung yang sederhana dengan meja dan bangku kayu tampak mencitrakan jika perjuangan Yu Djum merintis usaha kulinernya sungguh sesuatu yang patut mendapat apresiasi tinggi. Foto Yu Djum kala masih muda menempel di dinding dengan sangat anggun. Anak dan cucu Yu Djum yang sekarang meneruskan usaha tampak pula terpajang menambah marak Warung Gudeg Yu Djum.
Seorang kasir tampak tengah dikerubung oleh para pengunjung di warung ini yang sudah selesai menyantap kelezatan gudeg. Penyaji gudeg yang semuanya perempuan terlihat tak canggung dan terlatih melayani para tamu yang bajir datang ke warung yang berlokasi di Kampung Gudeg di depan Kampus Fakultas Peternakan UGM ini. Pelayanan yang cepat dan ramah menjadikan Warung Gudeg Yu Djum terasa bersahabat bagi siapa saja.


BERTEMU DENGAN SANG LEGENDA GUDEG

Harum gudeg dari pawon atau dapur warung masuk ke hidung Redaksi Santap Jogja. Ini mendorong kami untuk mencari tahu bagaimana cara memasak gudeg asli dari ahlinya. Redaksi setelah selesai menyantap gudeg plus ayam kampung spesial bertanya pada pramusaji warung dan kami mendapat info jika di sini bebas melihat dan mendokumentasikan proses pembuatan gudeg. Tidak ada rahasia di sini. Tak terkatakan lagi rasa senang yang Redaksi dapatkan dengan ilmu berharga ini!
Sebelumnya, ada hal menarik yang membuat kami malu namun beruntung pemilik warung memberi maaf pada kami. Ceritanya, waktu kami melihat foto diri Yu Djum, Redaksi bertanya seperti ini:
‘Bu, Mbah Djum meninggal tahun berapa?’ tanya kami.
Apa jawab salah satu pelayan yang sekaligus anak dari Yu Djum?
‘Mbah Djum masih gesang, Pak! Beliau di pawon. Monggo mlebet.’ katanya sembari tersenyum. Ternyata Yu Djum masih hidup dan sedang berada di dapur membantu meracik gudeg.
Kami langsung meminta maaf berkali kali karena kelancangan diri kami dan memohon izin untuk ke dapur.
***
Yu Djum tidak seperti di bingkai foto di ruang utama warung. Paras yang dulu cantik dalam busana kebaya kini tidak akan kita temui karena Yu Djum sekarang telah uzur. Badannya kecil, kulitnya keriput, dan rambut putihnya menghias kepalanya. Menurut info yang Redaksi dapat dari anak cucunya, Yu Djum Tua baru saja sembuh dari sakit. Herannya, Yu Djum yang sepuh dan seharusnya menikmati kerja keras dengan usaha kulinernya yang mendewa, masih bersemangat membantu anak cucunya. Ia memilih tetap bekerja agar tidak pikun menyerangnya dan kesehatannya terjaga.
Sosok Yu Djum yang Redaksi tangkap dari obrolan yang kami lakukan adalah hangat, bersahabat, dan tangguh. Ia menceritakan masa mudanya yang penuh dengan keprihatinan dan harus bekerja keras hingga mendapatkan capaian seperti saat ini. Namun ia tetap bersahaja dan selalu menyalurkan semangatnya kepada siapa saja yang mengajaknya mengobrol. Redaksi merangkum sepenggal kisah perjalanan hidupnya di Legenda Kuliner Jogja di website ini. Sungguh Yu Djum seorang perempuan yang tangguh dan berstrategi jitu.



KESIBUKAN di PAWON BERNUANSA TRADISIONAL

Masuk ke dapur Yu Djum, atau dalam bahasa Jawa disebut pawon, Redaksi disajikan pemandangan eksotik yang membuat takjub. Jika biasanya Anda berada dalam dapur yang mewah dengan alat alatnya berharga jutaan, Anda sekarang disuguhi oleh cita rasa “kampung” dengan nuansa tradisional berupa kayu bakar dan gerabah desa. Penyajian gudeg dilakukan secara sangat Indonesia di sini.
Bahan bahan yang akan dimasak tak kalah menarik. Tempe dan tahu, telur bebek, krecek, daging ayam, dari info yang didapat Redaksi, dalam produksi sangat besar terutama saat Ramadan dan menjelang Lebaran. Telur yang dipakai bukan ayam melainkan bebek karena jika menggunakan telur ayam akan tidak bisa padat dan hancur karena dimasak dalam bara api kayu bakar yang sangat panas.
Areh merupakan resep kunci yang berasal dari santan kelapa dicampur dengan bumbu rempah yang dimasak dalam waktu yang sangat lama sembari diaduk aduk oleh salah satu pekerja di pawon ini. Ketika Redaksi memohon untuk mencoba mengaduk, pelayan pawon dengan senang hati memberi tahu cara kami melakukannya. Wah, sangat menarik bukan, Santap Mania?



GUDEG sebagai WARISAN NUSANTARA

Gudeg kini telah menjadi hidangan wajib disantap oleh siapa saja yang tengah berkunjung di Jogja. Rasanya yang manis dan gurih sangat menempel di benak setiap orang yang merasakannya. Tak pelak Jogja selalu diidentikkan dengan makanan satu ini yang telah kesohor ke seantero Indonesia.
Kuliner gudeg “Yu Djum” ini layak Santap Mania wartakan kepada sanak kadang dan rekan rekan kantor karena sudah termasuk salah satu Warisan Kuliner Nusantara berbintang lima. Rasakan gudegnya dan cobalah memasak secara tradisional di pawonnya bersama para pekerjanya yang ramah dan bersahabat!
Salam santap kuliner Jogja!
Share on Google Plus

About adminb

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar